Suatu hari K.H. Musthofa Bisri, putra Kiai Bisri Musthofa, pengasuh Pesantren Raudhatut Thalibin Rembang, Jawa Tengah, kedatangan seorang tamu dari Cirebon, Jawa Barat.
“Assalamu ‘alaikum. Anda Gus Mus?” tanya si tamu yang namanya tidak tercatat dalam ingatannya.
“Ya, benar, saya Musthofa,” jawab tuan rumah, yang dikenal egaliter.
“Saya dari Cirebon,” kata si tamu. “Saya ingin menyampaikan pesan Kiai Bisri. Beliau berpesan kepada saya agar menemui Anda, dan meminta agar Anda mengoreksi cetakan Al-Quran Menara Kudus. Karena pada cetakan itu, dalam surah Al-Fath, di situ ada kesalahan kecil.”
Tentu saja Kiai Musthofa kaget. Namun untuk tidak mengecewakan tamunya, ia menahan diri untuk mengatakan yang sebenarnya. “Kapan Anda ketemu beliau?” tanya Gus Mus, panggilan Kiai Musthofa
“Kemarin di Cirebon,” jawab si tamu datar.
Gus Mus kemudian tidak terlalu memikirkan hai ihwal tamunya. Pesannya itulah yang lebih istimewa. Kepada tamunya itu; Gus Mus mengungkapkan bahwa Kiai Bisri adalah ayahnya, tapi telah meninggal empat puluh hari sebelumnya.